pamutu

pamutu
Headlines News :
Home » , » Desaku, Batetangnga Dan Masyarakatnya

Desaku, Batetangnga Dan Masyarakatnya

Written By achi proletar on Friday 20 March 2015 | Friday, March 20, 2015

Oleh : Bustamin (Fb. Bustamin-Tato)

Semua orang pasti memiliki yang nama kampong halaman (tempat kelahiran) termasuk penulis. kali ini, dalam cerita ini, saya pun akan menceritakan sedikit tentang sebuah desa dimana saya dan saudara-saudara saya dilahirkan dan dibesarkan dengan suasana kekeluargaan, dan kebersamaan. Desa batetangnga, itulah nama sebuah desa yang tidak jauh dari kota polewali sebagai ibudaerah kecamatan polewali mandar. Suasan yang nyaman, masyarakat religious tergambar melalui ritual-ritual keagamaan berbeda dengan desa-desa lain misalnya, acara kematian atau dalam bahasa ibunya “ma’bongi”.

Acara kematian atau ma’bongi, ini dilaksanakan ketika ada salah satu keluarga atau masyarakat di desa yang meninggal dunia, dan adat ini dilaksanakan 3 kali sampai malam ke 100 dari waktu kematiannya. Adat inilah yang membedakan dengan desa-desa lain yang mungkin hanya 1 hari saja dalam pelaksanaan adat duka “acara kematian”. Acara ini bukan hanya menyampaikan satu isyarat duka yang mendalam setelah ditinggalkan seoarang kerabat, saudara, dan keluarga yang sangat dicintainya namun, kekeluargaan, dan panggilan moral sebagai seorang manusia yang hidup dalam satu desa yang menjungjung tinggi nilai persaudaraan, tenggang rasa yang sangat tinggi, satu meninggal maka yang lainnya berkumpul (melayat) turut berduka dan saling membantu baik dalam bentuk do’a, maupun dalam bentuk material (beras, uang, kain, tenanga, dan air mata) sebagai bentuk solidaritas yang sangat tinggi sebagai seorang manusia yang bersosial.

Masyarakat atau sosial, dengan penyampaian secara teoritik mungkin akan berbeda dengan situasi yang terjadi desa batetangnga ini, masyarakat batetangnga yang secara pengetahuan tentang hidup satu asa sebagai manusia tidak lahir dari tebalnya buku tentang social masyarakat, bukan terlahir dari suatu paksaan penguasa yang otoriter tetapi, itu semua terlahir dari adat tempo doloe “nenek moyang” masyarakat batetangnga yang telah menurunkann rasa persaudaraan yang tinggi sampai sekarang. Adat istiadat masyarakat pemula dipertahankan dan dipelihara oleh generasi masa depan. Mungkin agak aneh, dan sangat tidak masuk akal untuk mempertahankan budaya lama, dan itu muncul dalam benak fikiran saya. Dengan proses dialektika dimana suatu keadaan akan mengalami perubahan negasi ke negasi masih tak terbantahkan. Dalam masyarakat batetangnga yang dulunya menjungjung tinggi persaudaraan, kini mulai tergeser oleh perkembangan dunia yang tak terbentuk arus hegemoniknya. Perkenalan akan teknologi (internet dan media elektronik lainnya seperti HP, dan dunia gadgetnya) telah menggeser dengan cepat budaya lama menuju pada budaya konsumerisme, seremonial dan segala bentuk aromah pasar bebas.

Desa yang dulunya religious, ber-masyarakat (menjungjung tinggi persaudaraan) kini telah jauh dari aromah persaudaraan, individualism telah di nomor satukan. Dan kesibukan yang kompotitif diperlihatkan, itulah warnah desaku sekarang desa wisata nan elok.
Sekian dari saya!
Share this post :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Imformasi Seputar Batetangnga - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger