11 Desember 2013 pukul 20:33
Gerakan mahasiswa
selama ini (konteks indonesia tentunya) masih dalam keterburukan
baik dari tingkat kampus maupun secara umum mahasiswa di negara ini
(mahasiswa dalam hal ini sebagai kaum intelektual). dimana tidak adanya
keseriusan dalam membangun gerakan mahasiswa yang militan dan mempuanyai
keterhubungan dengan organ-organ lainnya baik organ antara mahasiswa
maupun organ secara luas seperti organisasi serikat buruh, petani, dan
masayarakat kaum tertindas lainnya atas sistem kapitalisme.
Berbagai
peristiwa-peristiwa lahir dianggap suatu yang wajar ketika bermunculan
dalam kondisi saat ini, sulitnya orang mencari sesuap nasi untuk
melanjutkan hidup, mencari pekerjaan, menempuh pendidikan yang layak,
gratis, demokratis dan bervisi kerakyatan adalah salah satu diantara
sekian banyak persoalan yang mendorong kekecewaan publik, belum lagi
peristiwa Korupsi-Kolusi-Nepotisme yang merajalela bahkan telah menjadi
budaya birokrasi negri ini. Rezim pasar bebas, yang kemudian peran negara
secara perlahan-lahan digantikan oleh lembaga-lembaga asing yang
sudah jelas hanya mencari profit dari sumber daya alam negri ini sperti,
World Bank, WTO, TNC/MNC, yang semua mereka rancang habis-habisan untuk
keuntungannya tampa memikirkan kerugian bangsa kita, yang ditaksir lebih
dari satu terilliunan perjam.
Dari sejarah
pergerakan kemerdekaan indonesia 1945 tidak bisa dipungkiri bahwa karya
daripada gerakan mahasiswa (yang pada saat itu masih menggunakan nama
pemuda) sebagai salah satu penentu dalam proklamasi kemerdekaan indonesia
dengan memaksa soekarno dan hatta untuk mem-proklamasikan kemerdekaan
Republik Indonesia 17 Agustus 1945.Kita tidak hanya memulai keberhasilan
gerakan mahasiswa/pemuda dari pasca penculikan Soekarno dan Hatta
tentang gerakan mahasiswa, jauh sebelum itu setelah masuknya
negara-negara penjajah yang kemudian memberikan kesempatan pada kaum
pribumi untuk mengenyam pendidikan yang dikenal sebagai politik
etis (politik balas budi) sebut saja pergerakan Nasional Boedi Oetomo
1908 danPemuda 1928, maka lahirlah intelektual-intelektual yang dengan
kesadaran sebagaiwarga Negara yang sedang dijajah oleh bangsa lain
seperti tanmalaka, Soekarno, Hatta, Syahrir dan masih banyak lainnya yang
mungkin sudah tidak asing lagi bagi pendengaran kita.
Lahirnya
kaum intelektual ini yang tidak bisa terlepas dan memang sudah
seharusnya membangun kekuatan bersama dengan elemen-elemen,
organisasi-organisasi (masyarakat yang terorganisir) lainnya untuk
membangun gerakan perubahan, maka muncullah pemberontakan-pemberontakan
rakyat pada waktu itu. Pada tahun-tahun pasca kemerdekaan, organisasi
mahasiswa telah banyak dijumpai di internal kampus maupun eksternal
kampus dan sampai pada Afiliasi sebuah organisasi Mahasiswa kesalah satu
partai/organisasi politik yang ada seperti CGMI ke partai PKI, GMNIke
partai PNI dan situasi sekarang juga masih berlaku misalnya: GMNI ke PDI
P,PMII ke PKB, KAMMI ke PKS, IMM ke PAN dan organisasi-organisasi
mahasiswalainnya.
Mahasiswa yang dikenal sebagai
penyambung lidah rakyat masih sibuk bergelut dalam ruang
lingkup internalnya masing-masing, terperangkap dalam tempurung dengan
menjalankan aktifitas yang kadang tidak produktif serta bersifat
pragmatis, elitis,Eksklusif apalagi diantara mereka asyik dalam membuat
kesibukan kompetisi sesama kawan sendiri yang semestinya dijalani dengan
program bersama, sehingga suatu keniscayaan jika gerakan mahasiswa
sebagai insan intelektual terkungkung dalam arogansi organisasi, serta
tegas dalam kritiknya sebagai harimau forum, tergantikan dengan
kecenderungan yang baru, sebagai elit beringasan yang kini tak
bertaring lagi. Pertanyaan yang sekiranya muncul adalah sebuah retorika
yang tidak terlalu membutuhkan jawaban teoritis namun justru membutuhkan
kerja praktis dan kongkrit Posisi dilematis memang sedang dihadapi oleh
kalangan gerakan prodemokrasi terutama gerakan mahasiswa yang sedang
dalam keadaan ironis. Perubahan konstelasi politik yang berubah cepat
hampir setiap sepersekian detik, sangat mempengaruhi kajian dan analisa
dari gerakan mahasiswa dan secara tidak langsung sangat mempengaruhi
kinerja dari gerakan mahasiswa. Secara tidak langsung kemudian timbul
sebuah pertanyaan dalam benak kita apa yang harus dilakukan oleh gerakan
mahasiswa ditengah kancah permainan dan manuver borjuasi Nasional ini?
dan semakin sulitnya gerakan mahasiswa menemukan jalan persatuan dengan
menyatukan program bersama, dengan tujuan yang sama yaitu anti
terhadap kapitalisme, dan menyujudkan kekuasaan negara atas kaum
tertindas.
Dari perjalanan gerakan mahasiswa akan
memunculkan dua pertanyaan mendasar yaitu: apakah gerakan
mahasiswa melebur kedalam gerakan rakyat seperti organisasi serikat
buruh, tani, nelayan,dan kaum tertindas lainnya, ataukah gerakan
mahasiswa ini kembali kedalam kampus untuk mengorganisir sesama-nya
mahasiswa yang dengan kesadaran berlawannya belum terbangun, dengan
strategi kaum mahasiswa yang sadar akan penindasan memasuki UKM-UKM
kampus dan lembaga-lembaga kampus seperti BEM, Himpunan Mahasiswa dan
lain sebagainya, kemudian mengkonsilidasikan diri.? Dari dua pertanyaan
tersebut mana yang harus dilakukan oleh kaum intelektual ini..? dengan
pikiriran dasar saya mengenai dua garis bersar dalam gerakan,
pergerakan rakyat dan mengepung kampus adalah suatu gerakan secara
bersamaan yang seharusnya dilakukan oleh kaum intelektual yang mempunyai
waktu luang banyak soal pembangunan kesadaran dan waktu luang berfikir
yang banyak pula.
Mahasiswa harus
melebur kedalam basis-basis massa rakyat, menyadarkan massa luas, dan
sekaligus mengorganisir mahasiswa-mahasiswa dalam kampus untuk keluar
bersama rakyat untuk menghapus tirani rezim anti demokrasi ini. Namun
amat sangat sulit dilakukan jika mahasiswa membuat garis demarkasi antara
massa rakyat yang berlawan dengan massa mahasiswa yang berlawan karena
kesadaran bahwa dasar dari semua perubahan adalah massa rakyat (kaum
buruh, tani, nelayan, dan massarakyat tertindas lain-nya) itu
tidak terjadi dalam gerakan-gerakan mahasiswa. Menarik keluar mahasiswa
adalah suatu keharusan yang tak terelakkan lagi. Dengan banyaknya
kebijakan pihak kampus juga akan memaksa mahasiswa-mahasiswa yang kritis
ini keluar mengorganisir tetapi tidak mengabaikan kerja-kerja dalam
kampus itu sendiri untuk meninggalkan asal mereka yaitu kampus.
Dari
pertanyaan bahwa mahasiswa harus Kembali Ke Sektor Kaum Buruh dan Rakyat
Tentunya akan ada pertanyaan lanjutan dari pernyataan ini. Diakui atau
tidak bahwa rakyatlah yang paling menentukan dalam proses perubahan
bangsa ini, dan gerakan untuk kembalike rakyat harus dimulai dalam upaya
membangun kesadaran politik di kalangan msyarakat bawah “grass root”.
Penyadaran
itu dapat dimulai dengan mengadakan pendampingan-pendampingan pada
daerah berkasus seperti kasus yang dialamai kaum buruh dipabrik, kaum
tani di lahan pertanian, nelayan. dan ini sangat signifikan untuk
dilakukan karena pada dasarnya jiwa perlawanan ada pada setiap manusia
yang mengalami penindasan secara langsung. Namun perlu ditegaskan disini,
pendampingan sekaligus penyadaran politik bukan berarti datang dan terus
menjadi malaikat. Kesadaran yang dibangun bukan dengan memberikan
pendidikan sistematis ataupun pendidikan ala bankir, dimana masyarakat
hanya menerima dan dijejali dengan teori tertentu sebagai
upaya penyadaran hak sebagai warga negara, namun yang lebih mendasar
adalah memberikan penyadaran tentang hak mereka dan selanjutnya
menempatkan masyarakatini sebagai subyek dari proses pendidikan ini.
Pendidikan
ini dikatakan berhasil apabila masyarakat sudah bisa melepaskan diri
dari sikap fatalis menyadan mempunyai mobilitas yang tinggi serta secara
aktif terlibat dalam sistem politik. Penumbuhan kesadaran ini sangat
efektif untuk mencegah terjadinya bahaya laten kerinduan terhadap Orde
Baru dan juga hegemoni rezim korporatokrasi, pada akhirnya pendidikan ini
berupaya untuk membuat rakyat memiliki, Goldman, kesadaran riil melalui kesadaran yang sangat memungkinkan (Paulo Freire) yang merupakan inti dan dasar dari sebuah revolusi.
Kemudian
pertanyaan bahwa mahasiswa harus Kembali Ke Kampus, Bukan berarti bahwa
gerakan kembali kekampus disini sama dengan gerakan NKK/BKK, tapi berupa
penilaian dan refleksi yang sangat obyektif dalam memandang arah dan
pola gerakan mahasiswa. Berkaca dari gerakan mahasiswa di daratan Eropa
dan Amerika Latin tahun 60-an, dimana sebagian besar gerakan rakyat
tumbuh dari akumulasi gerakan/ gejolak dalam kampus. Ini seharusnya
menjadi acuan yang sangat mendasar bagi pola gerakan dinegara dunia
ketiga khususnya Indonesia.
"Kembali kekampus" bukan
berarti mahasiswa untuk seterusnya menjadi kutu buku, namun gerakan ini
harus mulai membangun kekuatan untuk sebuah revolusi pendidikan.
Mau tidak mau harus diakui bahwa menyurutnya gerakan mahasiswa juga
sebagai akibat dari sistem pendidikan Indonesia yang sangat menindas.
Kondisi ini yang sekarang harus mulai didobrak oleh kalangan pro
demokrasi, dan ini telah dilakukan oleh sebagian besar kampus di
Indonesia, namun semua ini barulah pada tahapan permukaan belum pada
tataran yang lebih substansional.
Penyadaran tentang hak politik
mahasiswa dan pemahaman tentang penindasan negara melalui
sistem pendidikan harus mulai diinjeksikan kepada kalangan massa rakyat,
mahasiswa sebagai upaya membangun kekuatan dan konsolidasi menghadapi
manuver kaum borjuasi nasional. Sehingga dalam kurun beberapa waktu
kedepan bukan sekadar segelintir aktivis mahasiswa tetapi akan tumbuh
ratusan bahkan ribuan mahasiswa yang siap untuk melakukan perubahan.
Dua
hal ini sekiranya yang harus dilakukan oleh gerakan mahasiswa ditengah
permainan elit politik sekarang ini. Dengan mempertimbangkan situasi
nasional dan psikologis rakyat yang sudah mulai jenuh dengan perjalanan
reformasi total yang belum tuntas dan memang akan sulit tuntas jika
persatuan dan pemblejetan atas sikap borjuis nasional dan pemerintah
nasional berselingkuh dengan para pemodal asing, sudah
seharusnya gerakan mahasiswa mengubah pola gerak yang ada, namun tetap
harus disesuaikan dengan kondisi tiap daerah tertentu. Namun begitu
disadari bahwa kondisi geografis Indonesia yang sebagian besar dibatasi
oleh lautan, tidak memungkinkan melakukan gerakan seperti mahasiswa di
belahan Amerika Latin danEropa dengan pola bola saljunya.
Tetapi terciptanya pandangan atas musuh bersama (common enemy) dikalangan
gerakan mahasiswa terutama di kalangan gerakan mahasiswa yang radikal
sudah semestinya dilakukan untuk sebuah gerakan yang masif.
Dengan melakukan penyadaran di multi sektor yang sama merasakan
penindasan, maka suatu saat dalam sebuah momentum politik yang tepat,
maka diyakini akan timbul sebuah perlawanan dari rakyat yang sadar.
Membangun
kekuatan dimana rakyat melakukan perlawanan bukan atas dasar ajakan
tetapi lebih karena sadarakan adanya ketertindasan. pendidikan adalah
sebagai praktik pembebasan keyakinan akan massa yang sadar dan keyakinan
akan sebuah pendidikan pembebasan, (Paulo Freire). maka sudah seharusnya gerakan mahasiswa tidak ragu-ragu lagi dengan gerakan penyadaran danpengorganisiran massa.
Ditulis oleh:Bustamin Tato, anggota: Front Mahasiswa Demokratik-Jaringan Gerakan Mahasiswa Kerakyatan (FMD-JGMK) Makassar
Post a Comment