Ratusan warga Dusun Erang Batu, Desa Batetangnga, Kecamatan Binuang, Polewali Mandar, menggelar ritual Mattammu untuk menyambut musim bunga dan buah-buahan,
Untuk menyambut datangnya musim bunga dan buah, warga Dusun Erang
Batu, Desa Batetangnga, Kecamatan Binuang, Polewali Mandar, Sulawesi
Barat, Jumat (1/3/2013) menggelar ritual Mattammu atau menyambut bunga
dan buah.
Tokoh adat Desa Batetangnga, Hasan Dalle mengungkapkan,
tradisi tahunan ini sebagai persembahan doa kepada Tuhan agar bunga dan
buah-buah yang menjadi sumber mata pencaharian mereka tahun ini bisa
melimpah.
Selain itu, kata Hasan, ritual ini juga bermakna sebagai
bentuk pengukuhkan atau penyatuan hubungan harmonisasi antarmanusia dan
alam sebagai penopang kehidupan mereka.
"Tradisi ini merupakan
bentuk doa menyambut bunga dan buah, sekaligus bentuk penyatuan atau
harmonisasi alam dan manusia," beber Hasan.
Warga Binuang sebagian
besar adalah petani buah-buahan seperti durian, duku atau langsat,
mangga dan rambutan. Mereka sedang menghadapi puncak musim panen pada
pertengahan Maret bulan ini. Ritual Mattammu merupakan simbol doa dan
penyatuan alam dan manusia.
Dalam pantauan Kompas.com,
ritual ini didahulu dengan membakar lammang atau nasi ketan dicampur
santan murni dalam bambu, kemudian dibakar hingga matang. Setelah itu,
lammang dipotong kecil-kecil. Sebelum disantap, sejumlah tokoh adat atau
tokoh agama menggelar doa di tengah kebun buah.
Proses ritual
Mattammu, lanjut Hasan, biasanya digelar di puncak gunung, terutama di
tengah-tengah lahan buah milik warga di sebuah dusun atau desa. Setiap
keluarga menyumbangkan beras ketan dan kelapa dan ikan. Beras, kelapa
dan ikan hasil sumbangan warga secara berkelompok ini kemudian dimasak
bersama-sama.
Saat ritual ini berlangsung, tidak diperkenankan ada
darah yang menetes. Karena itulah saat ritual ini berlangsung, warga
dilarang memotong ayam, kambing atau binatang lain.
Ritual ini
diyakini membawa berkah bagi para petani desa tersebut. Hasan
menyebutkan, pada tahun sebelumnya, para petani buah durian, rambutan
dan duku di wilayah ini bisa meraup untung dari hasil penjualan buah
hingga jutaaan rupiah, per sekali musim panen.
Misalnya, buah
durian biasanya dijual paling murah Rp 10 ribu per biji. Setiap satu
pohon durian, umumnya petani mendapatkan keuntungan hasil penjualan Rp
500 ribu hingga Rp 1 juta. Bisa dibayangkan jika dalam satu hektar ada
50 pohon durian saja, berarti pendapatan petani bisa mencapai puluhan
juta rupiah.
"Ini baru buah durian, belum termasuk buah rambutan
dan duku yang biasanya berbuah secara bersamaan setiap tahunnya," jelas
Hasan.
Umumnya, menurut Hasan, petani di desa ini memiliki kebun
buah satu hingga tiga hektar. Para petani yang menggantungkan hidup
mereka sebagai petani buah, berharap, musim bunga dan buah tahun ini
hasilnya melimpah.
tulisan di ambil dari
Post a Comment