By : Nurliah “VanQuish”
Pemerintah
tak ubahnya drakula penghisap darah yang memangsa kaumnya sendiri demi bertahan
hidup “ Terlalu naif Bangsa ini ketika mengagungkan kata Kesejahteraan dan
Keadilan dibalik Konsfirasi-konfirasi liar para Dajjal pemerintahan.
Setiap
detik airmata rakyat harus bercucuran tak tertahankan hanya untuk sebuah
keadilan Negeri ini. Ibu pertiwi hanya bisa tertegun menahan tangis menyaksikan
anak-anak Bangsanya menjadi bahan lumatan oleh sebuah tindak kotor bernama
korupsi.
Belum lagi sebuah kenyataan yang memilukan sekaligus memalukan harus
ditelan oleh Negeri ini, betapa tidak Indonesia harus menempati peringkat
pertama sebagai Negara terkorup di kawasan Asia Pasifik. Terlalu munafik
individu Indonesia ketika mengatakan “tidak” pada realita ini. Setiap titik dan
sudut dari Negeri ini hampir menjadi bahan perdagangan oleh pihak-pihak yang
tak pernah mendengar teriakan anak-anak pertiwi.
Betapa miris karena kita
seakan menjadi tamu di Negeri sendiri, benar-benar seakan semuanya diasetkan
untuk pencapaian kemajuan pribadi masing-masing oknum. Oh Negeriku . . . aku
harus mengatakan apa untuk dirimu? Aku sangat ingin berteriak di setiap sudut
pelosok Negeri ini dengan berkata lantang “Wahai Presiden-ku pandanglah Kami
jiwa dan raga yang tertindas ini, merdekakanlah kami dengan tumpah darah kami
dengan nama INDONESIA MERDEKA!, jangan biarkan kami terlahir ditanah tercinta
ini hanya untuk menjadi korbanmu yang tinggal tulang dan asa”.
Korupsi adalah
sebagai bentuk kekerasan struktural dan upaya Genosida, sebab apa yang di
lakukan oleh para pejabat merupakan bentuk penyelewengan terhadaap kekuasaan
Negara, dimana korupsi lahir dari penggunaan otoritas kekuasaan untuk menindas,
merampok dan menghisap uang rakyat demi kepentingan pribadi. Akibatnya, fungsi
Negara untuk melayani kepentingan rakyatnya, berubah menjadi mesin penghisap
bagi rakyatnya sendiri. Relasi politik yang terbangun antara masyarakat dengan
Negara melalui pemerintah sungguh tidak seimbang.
Hal ini berakibat pada
munculnya aristokrasi baru dalam bangunan pemerintahan kita. Negara di tuding
dengan sengaja menciptakan ketimpangan sosial dalam kehidupan masyarakat.
Kemiskinan yang meluas, antrian panjang barisan pengangguran, tidak memadainya
gaji dan upah guru, anggaran sosial yang semakin kecil akibat pencabutan
subsidi ( Pendidikan, Kesehatan, Listrik, BBM dll ), adalah deretan panjang
yang menjadi bukti adanya upaya Genosida di Negeri yang kita cintai ini, yang
semakin menghimpit beban hidup masyarakat.
Tidak bisa di pungkiri bahwa tingkat
praktek korupsi di kalangan pejabat-pejabat Negara, menjadikan masyarakat
menarik dukungannya terhadap pemerintah. Kepercayaan serta harapan masyarakat (
expectation ) terhadap pemerintah bisa di katakan semakin menurun, bahkan
cenderung apatis terhadap pemerintah beserta aparatur-aparatur hukumnya (
Polisi, Jaksa, Hakim, dan lainnya sebagainya ). Selama ini, pemberantasan
koropsi yang di lakukan oleh pemerintah terkesan berjalan dengan lamban.
Berbelit-belit dan sangat birokratisnya upaya pemberantasan korupsi yang di
lakukan, menjadi salah satu faktor mendasar penyelesaian sebuah kasus.
Semisal
pemeriksaan seorang pejabat legislatif ( anggota DPRD ) yang harus menunggu
izin dan keputusan dari Mendagri, atau pejabat pemerintah daerah yang harus
menunggu persetujuan Presiden, dll, menjadi salah satu kendala utama yang harus
mampu di selesaikan oleh bangsa ini. Pemerintah dalam hal ini di tuntut untuk
membuat kebijakan ( policy ) yang bertujuan untuk memperlancar proses
pemberantasan korupsi sehingga dapat berjalan cepat, efisien dan efektif tanpa
harus di halangi oleh aturan birokratis.
Ibarat anjing piaraan pihak asing,
Negara ini telah rela di perbudak oleh bangsa asing hanya untuk mencari
perhatian dengan harapan mendapatkan posisi dan kedudukan yang layak dalam
pemerintahan yang di bangun oleh para penjajah. Secara eksplisit, sesungguhnya
budaya penjajah yang mempraktekkan hegemoni dan dominasi ini menjadikan orang-orang
Indonesia juga tidak segan menindas bangsanya sendiri lewat perilaku dan
praktek koropsinya. “Tak ubahnya seperti drakula penghisap darah yang memangsa
kaumnya sendiri demi bertahan hidup”.
Sejak periode kepemimpinan SBY-JK hingga
SBY-Boediono saat ini, program pemberantasan korupsi menjadi prioritas utama
dalam program kerja pemerintahan. Upaya ini harus kita apresiasi dengan
memberikan bentuk penghargaan yang tinggi atas upaya yang di lakukan tersebut.
Namun patut kita catat bahwa, meskipun pemerintahan SBY-JK telah berhasil
mengungkap kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat-pejabat Negara ( semisal
kasus KPU, kasus Bulog, kasus Abdullah Puteh di Aceh, kasus Syaukani HR, kasus
Al amin Nur, serta kasus-kasus yang melibatkan pejabat pemerintah di beberapa
daerah lainnya ), namun upaya pemberantasan korupsi ini belum mampu menyentuh
para koruptor-koruptor kakap ( dari era Soeharto sampai sekarang ) yang hingga
saat ini masih bebas berkeliaran tanpa pernah sedikitpun tersentuh oleh hukum.
Saya pikir jika pemerintah mampu memberikan bukti nyata dari komitmen
pemberantasan korupsi, maka kepercayaan masyarakatpun akan kembali pulih,
bahkan lebih partisipatif dalam setiap masalah-masalah yang sedang di hadapi
oleh bangsa ini. Namun sebaliknya, jika pemerintah lamban dan gagal dalam
menunaikan kewajiban dan tanggung jawabnya untuk menuntaskan kasus-kasus
korupsi yang ada, maka rakyat akan jauh semakin jauh meninggalkannya. “Apa
jadinya sebuah pemerintahan tanpa dukungan dari masyarakatnya ?”.
Kita
seharusnya mampu membaca situasi Negara saat ini, bahwa adanya upaya Genosida
yang di lakukan oleh Negara dan Pejabat Pemerintahan terhadap masyarakat,
korupsi yang kian subur akan semakin membuat beban devisit anggaran Negara
semakin bertambah, hal ini kemudian akan mengakibatkan sistem ekonomi menjadi “
colaps “ dan berujung kepada semakin tingginya inflasi yang membuat harga-harga
kebutuhan masyarakat kian melambung tinggi. Ekonomi biaya tinggi ini berakibat
pada ketidak seimbangan antara daya beli masyarakat dengan tingkat harga
komoditas terutama komoditas bahan pokok.
Masyarakat cenderung di paksa untuk
menerima keadaan ini, sistem perekonomian menjadi ambruk, akibat dari ulah para
pejabat yang mengkorupsi uang Negara demi kepentingan pribadi, kelompok dan
golongan masing-masing. Intinya, masyarakat di paksa untuk menanggung beban
yang tidak di lakukannya. Kita tentu masih ingat dengan “ krisis moneter “ yang
terjadi antara tahun 1997/1998 lalu !!!. Penyebab utama dari terjadinya krisis
yang melanda Indonesia ketika itu adalah beban keuangan Negara yang menipis
akibat ulah Orde Baru yang sangat korup.
Bodata Penulis :
Nama : NURLIAH “ VanQuish”
Nama : NURLIAH “ VanQuish”
Jurusan :
Pendidikan Bhs. Inggris
TTL :
Kanang/Polman, 31 December 1990
Alamat :
Kanang, Batetangnga
Hobby : Menulis, Berorganisasi, Sepak Takrow, Travelling dll.
NO.HP : 082
187 196 127.
PENGALAMAN ORGANISASI :
1. Bendahara Kota FPPI ( FRONT PERJUANGAN PEMUDA INDONESIA) MAKASSAR
1. Bendahara Kota FPPI ( FRONT PERJUANGAN PEMUDA INDONESIA) MAKASSAR
2. Devisi
Pendidikan KKPMB ( KERUKUNAN KELUARGA PELAJAR MAHASISWA BATETANGNGA)
4. Ketua Devisi
PERS KPM-PM ( KESATUAN PELAJAR MAHASISWA POLEWALI-MANDAR)
5. GEL (
GENERATION OF ENGLISH LOVER ) MA DDI KANANG
6. Sekretaris
DAN BENDAHARA UMUN OSIS MA DDI KANANG
7. PRAMUKA, DKR
( DEWAN KERJA RANTING ) KEC. BINUANG
Post a Comment