pamutu

pamutu
Headlines News :
Home » , , , » KORUPSI DISEJAJARKAN DENGAN UPAYA PEMBUNUHAN MASSAL (GENOSIDA)

KORUPSI DISEJAJARKAN DENGAN UPAYA PEMBUNUHAN MASSAL (GENOSIDA)

Written By Unknown on Thursday 5 December 2013 | Thursday, December 05, 2013

KORUPSI DISEJAJARKAN DENGAN UPAYA PEMBUNUHAN MASSAL (GENOSIDA)

By : Nurliah “VanQuish”

Pemerintah tak ubahnya drakula penghisap darah yang memangsa kaumnya sendiri demi bertahan hidup “ Terlalu naif Bangsa ini ketika mengagungkan kata Kesejahteraan dan Keadilan dibalik Konsfirasi-konfirasi liar para Dajjal pemerintahan. 

Setiap detik airmata rakyat harus bercucuran tak tertahankan hanya untuk sebuah keadilan Negeri ini. Ibu pertiwi hanya bisa tertegun menahan tangis menyaksikan anak-anak Bangsanya menjadi bahan lumatan oleh sebuah tindak kotor bernama korupsi. 

Belum lagi sebuah kenyataan yang memilukan sekaligus memalukan harus ditelan oleh Negeri ini, betapa tidak Indonesia harus menempati peringkat pertama sebagai Negara terkorup di kawasan Asia Pasifik. Terlalu munafik individu Indonesia ketika mengatakan “tidak” pada realita ini. Setiap titik dan sudut dari Negeri ini hampir menjadi bahan perdagangan oleh pihak-pihak yang tak pernah mendengar teriakan anak-anak pertiwi. 

Betapa miris karena kita seakan menjadi tamu di Negeri sendiri, benar-benar seakan semuanya diasetkan untuk pencapaian kemajuan pribadi masing-masing oknum. Oh Negeriku . . . aku harus mengatakan apa untuk dirimu? Aku sangat ingin berteriak di setiap sudut pelosok Negeri ini dengan berkata lantang “Wahai Presiden-ku pandanglah Kami jiwa dan raga yang tertindas ini, merdekakanlah kami dengan tumpah darah kami dengan nama INDONESIA MERDEKA!, jangan biarkan kami terlahir ditanah tercinta ini hanya untuk menjadi korbanmu yang tinggal tulang dan asa”. 

Korupsi adalah sebagai bentuk kekerasan struktural dan upaya Genosida, sebab apa yang di lakukan oleh para pejabat merupakan bentuk penyelewengan terhadaap kekuasaan Negara, dimana korupsi lahir dari penggunaan otoritas kekuasaan untuk menindas, merampok dan menghisap uang rakyat demi kepentingan pribadi. Akibatnya, fungsi Negara untuk melayani kepentingan rakyatnya, berubah menjadi mesin penghisap bagi rakyatnya sendiri. Relasi politik yang terbangun antara masyarakat dengan Negara melalui pemerintah sungguh tidak seimbang. 

Hal ini berakibat pada munculnya aristokrasi baru dalam bangunan pemerintahan kita. Negara di tuding dengan sengaja menciptakan ketimpangan sosial dalam kehidupan masyarakat. Kemiskinan yang meluas, antrian panjang barisan pengangguran, tidak memadainya gaji dan upah guru, anggaran sosial yang semakin kecil akibat pencabutan subsidi ( Pendidikan, Kesehatan, Listrik, BBM dll ), adalah deretan panjang yang menjadi bukti adanya upaya Genosida di Negeri yang kita cintai ini, yang semakin menghimpit beban hidup masyarakat. 

Tidak bisa di pungkiri bahwa tingkat praktek korupsi di kalangan pejabat-pejabat Negara, menjadikan masyarakat menarik dukungannya terhadap pemerintah. Kepercayaan serta harapan masyarakat ( expectation ) terhadap pemerintah bisa di katakan semakin menurun, bahkan cenderung apatis terhadap pemerintah beserta aparatur-aparatur hukumnya ( Polisi, Jaksa, Hakim, dan lainnya sebagainya ). Selama ini, pemberantasan koropsi yang di lakukan oleh pemerintah terkesan berjalan dengan lamban. Berbelit-belit dan sangat birokratisnya upaya pemberantasan korupsi yang di lakukan, menjadi salah satu faktor mendasar penyelesaian sebuah kasus. 

Semisal pemeriksaan seorang pejabat legislatif ( anggota DPRD ) yang harus menunggu izin dan keputusan dari Mendagri, atau pejabat pemerintah daerah yang harus menunggu persetujuan Presiden, dll, menjadi salah satu kendala utama yang harus mampu di selesaikan oleh bangsa ini. Pemerintah dalam hal ini di tuntut untuk membuat kebijakan ( policy ) yang bertujuan untuk memperlancar proses pemberantasan korupsi sehingga dapat berjalan cepat, efisien dan efektif tanpa harus di halangi oleh aturan birokratis. 

Ibarat anjing piaraan pihak asing, Negara ini telah rela di perbudak oleh bangsa asing hanya untuk mencari perhatian dengan harapan mendapatkan posisi dan kedudukan yang layak dalam pemerintahan yang di bangun oleh para penjajah. Secara eksplisit, sesungguhnya budaya penjajah yang mempraktekkan hegemoni dan dominasi ini menjadikan orang-orang Indonesia juga tidak segan menindas bangsanya sendiri lewat perilaku dan praktek koropsinya. “Tak ubahnya seperti drakula penghisap darah yang memangsa kaumnya sendiri demi bertahan hidup”. 

Sejak periode kepemimpinan SBY-JK hingga SBY-Boediono saat ini, program pemberantasan korupsi menjadi prioritas utama dalam program kerja pemerintahan. Upaya ini harus kita apresiasi dengan memberikan bentuk penghargaan yang tinggi atas upaya yang di lakukan tersebut. Namun patut kita catat bahwa, meskipun pemerintahan SBY-JK telah berhasil mengungkap kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat-pejabat Negara ( semisal kasus KPU, kasus Bulog, kasus Abdullah Puteh di Aceh, kasus Syaukani HR, kasus Al amin Nur, serta kasus-kasus yang melibatkan pejabat pemerintah di beberapa daerah lainnya ), namun upaya pemberantasan korupsi ini belum mampu menyentuh para koruptor-koruptor kakap ( dari era Soeharto sampai sekarang ) yang hingga saat ini masih bebas berkeliaran tanpa pernah sedikitpun tersentuh oleh hukum. 

Saya pikir jika pemerintah mampu memberikan bukti nyata dari komitmen pemberantasan korupsi, maka kepercayaan masyarakatpun akan kembali pulih, bahkan lebih partisipatif dalam setiap masalah-masalah yang sedang di hadapi oleh bangsa ini. Namun sebaliknya, jika pemerintah lamban dan gagal dalam menunaikan kewajiban dan tanggung jawabnya untuk menuntaskan kasus-kasus korupsi yang ada, maka rakyat akan jauh semakin jauh meninggalkannya. “Apa jadinya sebuah pemerintahan tanpa dukungan dari masyarakatnya ?”. 

Kita seharusnya mampu membaca situasi Negara saat ini, bahwa adanya upaya Genosida yang di lakukan oleh Negara dan Pejabat Pemerintahan terhadap masyarakat, korupsi yang kian subur akan semakin membuat beban devisit anggaran Negara semakin bertambah, hal ini kemudian akan mengakibatkan sistem ekonomi menjadi “ colaps “ dan berujung kepada semakin tingginya inflasi yang membuat harga-harga kebutuhan masyarakat kian melambung tinggi. Ekonomi biaya tinggi ini berakibat pada ketidak seimbangan antara daya beli masyarakat dengan tingkat harga komoditas terutama komoditas bahan pokok. 

Masyarakat cenderung di paksa untuk menerima keadaan ini, sistem perekonomian menjadi ambruk, akibat dari ulah para pejabat yang mengkorupsi uang Negara demi kepentingan pribadi, kelompok dan golongan masing-masing. Intinya, masyarakat di paksa untuk menanggung beban yang tidak di lakukannya. Kita tentu masih ingat dengan “ krisis moneter “ yang terjadi antara tahun 1997/1998 lalu !!!. Penyebab utama dari terjadinya krisis yang melanda Indonesia ketika itu adalah beban keuangan Negara yang menipis akibat ulah Orde Baru yang sangat korup.


Bodata Penulis :

Nama   : NURLIAH “ VanQuish”
Jurusan : Pendidikan Bhs. Inggris
TTL      : Kanang/Polman, 31 December 1990
Alamat  : Kanang, Batetangnga
Hobby   : Menulis, Berorganisasi, Sepak Takrow, Travelling dll.
NO.HP  : 082 187 196 127.
PENGALAMAN ORGANISASI : 
1. Bendahara  Kota FPPI ( FRONT PERJUANGAN PEMUDA INDONESIA) MAKASSAR
2. Devisi Pendidikan KKPMB ( KERUKUNAN KELUARGA PELAJAR MAHASISWA       BATETANGNGA)
4. Ketua Devisi PERS KPM-PM ( KESATUAN PELAJAR MAHASISWA POLEWALI-MANDAR)
5. GEL ( GENERATION OF ENGLISH LOVER ) MA DDI KANANG
6. Sekretaris DAN BENDAHARA UMUN OSIS MA DDI KANANG
7. PRAMUKA, DKR ( DEWAN KERJA RANTING ) KEC. BINUANG


Share this post :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Imformasi Seputar Batetangnga - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger